Rabu, 10 Juni 2009

Tafsir Ibn Katsīr Sebagai Tafsir bi al-Ma’tsur

Tafsir Ibn Katsīr Sebagai Tafsir bi al-Ma’tsur

A. Seputar Tafsir bi al-Ma’tsur

Tafsir al-ma'sur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an berdasarkan nash-nash, baik dengan ayat-ayat al-Qur'an sendiri, dengan hadis Nabi, dengan aqwal (perkataan) sahabat maupun dengan aqwal tabi'in.[1]

Dimasukkanya riwayat para tabi'in sebagai bagian dari tafsir ma'tsur memang menimbulkan kontroversi. Para tabi'in dalam memberi penafsiran ayat-ayat al-Qur'an, tidak hanya berdasarkan riwayat yang mereka kutip dari Nabi lewat sahabat, tetapi juga mema sukkan ide-ide dan pemikiran mereka. Dengan kata lain, mereka pun terkadang melakukan ijtihad dalam membe ri interpretasi terhadap ayat-ayat al-Qur'an.[2] Dalam hal yang terakhir inilah timbul pertanyaan, yaitu apakah pandapat para tabi'in itu pantas dikategorikan sebagai tafsir ma'tsur? Kalau pun bisa, sampai dimana tingkat kekuataanya sebagai dasar argumen? Berbeda halnya dengan sahabat-sa habat Nabi yang memang diakui memi liki integritas dan kemungkinan yang paling besar untuk mengetahui penafsiran dari sesuatu ayat berdasarkan petunjuk Nabi.[3] Oleh karena itu,, kalaupun ada diantara sahabat yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an berdasarkan ijtihadnya, maka masih tetap dianggap wajar untuk digolongkan dalam deretan tafsir ma'tsur.

Dalam kaitan ini, menarik untuk disimak ucapan Imam Abu Hanifah,"Apa saja yang berasal dari Rasulullah, maka kita junjung tinggi, dan apa yang datang dari sahabat kita pilih, sedangkan apa yang berasal dari tabi'in maka mereka adalah laki-laki dan kita juga adalah laki-laki."[4]

Tafsir ma'tsur yang paling tinggi peringkatnya adalah tafsir yang berdasarkan ayat-ayat al-Qur'an yang ditunjuk oleh Rasulullah. Peringkat kedua adalah tafsir ayat dengabn hadis. Dibawahnya adalah tafsir ayat dengan aqwal sahabat dan peringkat terakhir adalah tafsir ayat dengan aqwal tabi'in.[5]

Inti dari ma’tsur adalah dominasi riwayah dalam suatu kitab tafsir

Untuk itu tulisan ini akan mengangkat bukti konkret - berupa contoh-contoh yang terdapat dalam kitabnya - yang menunjukkan bahwa Tafsir Ibn Katsir merupakan salah satu kitab tafsir bi al-Ma’tsur, yang memiliki empat kriteria mendasar yang menbedakannya dengan corak-corak lainnya 1) Penafsiran ayat dengan ayat 2) ayat dengan sunnah 3) ayat dengan pandangan sahabat 4) ayat dengan pendapat tabiin. Tentunya keempat pembuktian itu tersebut akan diperkaya dengan pembuktian tentang riwayat-riwayat lain yaitu tentu asbab al-Nuzul karena asbab al-Nuzul juga merupakan suatu periwayatan – tafsir bi al-ma’tsur pula dapat dikatakan tafsir riwayah -.

1. Penafsiran Ayat dengan Ayat

Salah satu contoh dalam surah al-Ikhlas ayat ke-3 ” lam yalid walam yūlad” Ibn Katsir menafsirkan ayat ini dengan ayat lainnya yaitu ”wa qalūt takhadza al-Rahmān waladan subhanahū bal ’bādun mukramūn” dan ayat lainnya ” in da’awu al-Rahmān waladan wa mā yanbaghy li al-Rahmān an yattakhdza walad”[6]. Bahkan ayat ini - m surah al-Ikhlas ayat ke-3 – ditafsirkan oleh sekitar sepuluh ayat

2. Penafsiran Ayat dengan Sunnah

Seperti sebelumnya unsur ini terkait dengan periwayatan, yang merupakan hal yang ditekuni dan dikuasai Imam Ibn Katsīr hingga memnbantunya dalam kritik sanad dan matan. Dalam unsur ini, contoh tafsir Ibn Katsīr banyak mencantumkan riwayat dari Rasul diantaranya tafsiran Rasul tentang makna ”al-maghdūbi ’alaihim wa lā al-Dhālin”[7] seraya menjelaskan bahwa yang dimaksud itu adalah yahudi dan nasrani.[8]

3. Penafsiran Ayat dengan Pandangan Sahabat

Penafsiran dari Ibn Abbas dalam kitab tafsir ini sangat mendominasi diantaranya ketika Allah berfirman ”ya Ayyuha al-lidzina amanu la ta`kulu amwalakum bainakum bi al-Bathil” Ibnu Abbas menafsirkan kata bi al-Bathil seraya berkata bahwa dengan selain dengan jalan yang haq, sehingga makna yangs empurna dari ayat tersebut adalah janganlah memakan harta orang lain selain dengan jalan yang haq

4. Penafsiran Ayat dengan Pendapat Tabiin

rāb” dijelaskan secara bahasa yaitu bermakna tuan tapi ditambahkan ditambahkan dengan pandangan mufassir sebelumnya yaitu pengatur, pelindung dan yang memperbaiki[9]. Adapun contoh tafsiran yang tidak menggunakan penjelasan kata secara bahasa langsung menafsirkan menurut pandangan ulama yaitu penjelasan kata samad menurut Mujahid, Asy-Sya’aby, dll, sebagaimana yang telah disebut sebelumnya

Selain itu contoh periwayat lainnya yang berupa asbab al-Nuzul adalah asbāb al-Nuzūl surah al-Ikhlas amat banyak dan beragam tapi riwayat terpilih adalah bahwa orang yahudi berkata : Uzair itu adalah anak Allah. Nasrani mengatakan bahwa Isa anak Allah. Majuzi mengemukakan bahwa Matahari dan bulan adalah tuhan Kami sedangkan musyrik bersaksi bahwa berhala adalah tuhan kami., maka turunlah surah ini yang menegaskan bahwa Tuhan itu Esa, Allah SWT, tidak beranak dan diperanakkan.[10]

Jadi, melihat kandungan kitab Ibn Katsir berdasarkan uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa Tafsir Ibn Katsir merupakan Tafsir bi Al-Ma’tsur karena mengandung keempat unsur utama corak tersebut ditambah banyaknya terdapat riwayat asba al-Nuzul. Maka, lengkaplah sudah pembuktian berupa contoh dari keempat unsur utamanya. Demikian



[1] Manna' al-Qattan, Mabahis Fi 'Ulum al- Qur'an al-Dar al-Su'udiyyah Li al-Nasyr, mekah. p. 182

[2] Lihat: Muhammad Abd al-azim al-Zarqani, Manahil al 'Irfan Fi 'Ulum al-Quran, I, (Mesir: 'Isa al-Bab al-Halabi,t.t), p. 481

[3] al-Dzahaby, al-Tafsir, I, p.94.

[4] ibid, p. 128.

[5] Manna' al-Qattan, Mabahits,pp.182-183.

[6] Tafsir Ibn Katsīr, juz 7, h. 413.

[7] Q.S. al-Fatihah (1):7

[8] Tafsir Ibn Katsīr, juz 1, h. 153

[9] Tafsir Ibn Katsīr, juz 1, h. 43

[10] Lihat : Tafsir Ibn Katsīr, Imam Ibn Katsīr, dar al-Fikr, beirut, juz 7 hal 411 tentang surah al-Ikhlas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar